2023

Refleksi Kemerdekaan di Sekolah Luar Biasa

Memasuki Bulan Agustus selalu disambut dengan kemeriahan dan euforia di seluruh penjuru wilayah. Rasanya tak mungkin lupa, lha wong berbagai pernak-pernik ala kemerdekaan sudah hampir terpasang dimana-mana. Seruan Pemerintah untuk mengibarkan bendera Merah Putih sejak awal hingga akhir bulan Agustus menandai bahwa masyarakat atau kita semua begitu patuh memasang bendera kebangsaan itu di tiang depan atau atas hunian. Sebab apa? Salah satu sebabnya adalah kegembiraan yang membuncah menyambut bulan kemerdekaan NKRI. Tidak hanya perihal itu, ornamen ala-ala warna merah putih juga memenuhi dekorasi bangunan, entah rumah, sekolah, kantor pemerintahan desa hingga pusat, serta jalanan kecil maupun besar, dan belum lagi berbagai grafiti tokoh pejuang nasional lengkap dengan quotes penyemangat yang merekah dan merona, indah sekali.Kemerdekaan yang terproklamirkan tepat di tanggal 17 Agustus dapat dimaknai sebagai buah perjuangan para leluhur yang begitu kokoh dalam pikiran, perilaku, dan jiwa mempertahankan harga diri sebagai bangsa yang gagah dan merdeka, yaitu Bangsa Indonesia. Perjuangan direfleksikan sebagai bagian dari upaya bertahan dan melanjutkan. Lalu makna merdeka dapat diuraikan pada pengetahuan tentang batas. Sehingga perjuangan yang memerdekakan berarti upaya mempertahankan dengan mengetahui sejauh mana batas yang dapat diupayakan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas diri dan lingkungan.Oleh karenanya, bagi penerus masa kini wujud perjuangan dapat terimplementasikan melalui analogi berbagai kegiatan dan program salah satunya tercermin dalam perlombaan agustusan. Perlombaan yang diselenggarakan di bulan Agustus sebagai wujud konkrit euforia menyambut kemerdekaan dan analogi perjuangan dalam semangat gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas. Cabang perlombaannya beragam, bergantung dengan ketersediaan sumber daya yakni alat, bahan, biaya, tempat serta subjek atau peserta lomba. Lomba Agustusan secara masif diselenggarakan oleh jajaran pemerintah pusat, desa, maupun sekolah-sekolah termasuk sekolah luar biasa.Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan satuan pendidikan yang menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus atau lebih dikenal dengan sebutan disabilitas. Jenis peserta didik berkebutuhan khusus di SLB dapat beranekaragam jenis dan klasifikasinya, yakni tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, autis, dll. SLB sebagai satuan pendidikan yang membina dan mendidik peserta didik berkebutuhan khusus tentunya turut serta merayakan kemerdekaan dengan ciri khasnya dalam penyesuaian perlombaan.Ada yang menarik dalam perlombaan agustusan yang diselenggarakan oleh salah satu SLB di tengah Pulau Jawa yang tentu berisi berbagai jenis peserta didik berkebutuhan khusus, yakni pemilihan lomba yang dikategorikan berdasarkan jenis ketunaan peserta didik yaitu tunanetra dan tunadaksa. Pelaksanaan lomba di SLB tersebut menggunakan strategi pemisahan cabang perlombaan dengan memberikan spesifikasi pada subjek atau peserta lomba. Peserta didik tunanetra hanya boleh mengikuti cabang lomba makan kerupuk, pecah air, dan memindahkan bola ke keranjang. Adapun pada cabang lomba meniup bola dan merangkak hanya boleh diikuti oleh peserta didik tunadaksa. Terlihat begitu sederhana, bukan? Namun ini merupakan strategi genius yang diterapkan oleh SLB dengan mengimplementasikan inklusivitas secara konkrit. SLB tersebut sengaja membentuk aturan dan memberikan kualifikasi peserta lomba sesuai dengan kondisi dan kemampuan terhadap cabang perlombaan, sangat brilian dan sangat manusiawi. Praktik inklusivitas yang sangat nyata benderang, dimana semua peserta didik di sekolah dapat berkontribusi secara aktif dan menyeluruh dalam meramaikan perlombaan agustusan tanpa merisaukan kondisi fisik yang dialami, dan tentu tanpa merasa rendah diri dibanding yang lain. Sangat humanis, bukan?Lain tempat, maka lain kisah. Perlombaan agustusan juga diselenggarakan di SLB lain, tepatnya di kaki Gunung Merapi. Salah satu cabang perlombaan yang diselenggarakan yaitu lomba balap karung. Lomba ini diikuti oleh seluruh peserta didik tunagrahita dengan spesifikasi down syndrome yang terdiri dari 4 (empat) peserta didik down syndrome dan didampingi oleh 1 (satu) guru pendamping yang turut serta mengawal perlombaan balap karung. Perlombaan diawali seperti biasa, peserta lomba telah siap mengenakan karung dan sigap untuk melompat maju menuju garis finish sesuai arahan pemandu lomba melalui media pengeras suara (toa). Namun di tengah perlombaan, salah satu peserta didik down syndrome ‘mutung’ alias ngambek, mogok dan menolak melanjutkan lomba balap karung dan memilih untuk merebahkan diri di lapangan rumput arena perlombaan, hahah. Sangat gemas sekali. Bagaimana dengan teman-teman yang lain? Mereka tetap melanjutkan perlombaan sembari menyemangati teman yang mogok di tengah lapangan dengan bersorak meneriaki namanya. Dan bagaimana dengan guru yang tadi mengawal perlombaan? Guru tadi menghentikan lompatannya, dan menghampiri anak tersebut seraya membujuk untuk bangkit melanjutkan lompatan balap karungnya. Namun, anak tersebut tetap enggan beranjak dan lebih memilih menciumi rerumputan areal perlombaan balap karung. Bukan guru luar biasa namanya bila tidak punya trik menangani peserta didik yang istimewa. Guru tersebut menghentikan lompatannya dan kembali membujuk untuk menawarkan bantuan melanjutkan perlombaan melalui gendongan. Alhasil, setelah bujuk rayu yang cukup dramatis di tengah perlombaan, maka peserta didik down syndrome tersebut menerima tawaran untuk digendong mengitari areal perlombaan seraya mengikuti lomba hingga finish. Manis, bukan?Dua kisah di atas adalah kisah nyata yang benar terjadi di Sekolah Luar Biasa (SLB), tempat peserta didik berkebutuhan khusus menimba ilmu dan berjuang untuk ilmu dan pengetahuan. Mereka berperan sebagai peserta didik yang tentu berhak memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan termasuk dari keluwesan dari pendidik. Selain berperan sebagai peserta didik di SLB, mereka juga tidak terlepas dari peranan sebagai warga negara yang turut merasa syukur, bangga, dan berhak meramaikan kemerdekaan negerinya. Cuplikan kisah tersebut adalah sedikit dari potret pendidikan dalam moment perayaan kemerdekaan tentang bagaimana atmosfer di sekolah luar biasa yang sarat akan bukti inklusivitas, memanusiakan manusia, dan sebenar-benarnya merdeka. Sebuah refleksi kemerdekaan dalam perjuangan melawan keterbatasan dan mengupayakan potensi dalam diri dengan tetap mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan yang berbudaya.Merayakan kemerdekaan memang dapat diraih dan dibuktikan melalui berbagai pencapaian atau prestasi nasional maupun internasional atau kejuaraan akademik maupun non akademik. Namun, merayakan kemerdekaan juga dapat melalui proses refleksi bagaimana individu memaknai dan memperjuangkan nilai dan semangat kemerdekaan sesuai jati diri. Pembelajaran di SLB adalah salah satu contohnya. Pengembangan karakter sebagai manusia yang merdeka dengan mengerahkan segala upaya memaksimalkan potensi sesuai kondisi dan kemampuan. Hal ini sudah ditempuh melalui cara yang luhur dalam bingkai dan pandangan serta sikap memanusiakan manusia yang tentu selaras dengan semangat kemerdekaan belajar dari Ki Hajar Dewantara.Dirgahayu Ke-78 RI.Salam, Egie Tjadip

500 Pelajar Wilayah Papua Penerima Beasiswa ADEM 2023 Ikuti Pembekalan Wawasan Kebangsaan

Jakarta, 13 Juli 2023 – Sebanyak  500 pelajar Papua penerima beasiswa ADEM (Afirmasi Pendidikan Menengah) telah tiba di Pulau Jawa dan Bali untuk mengikuti pembekalan wawasan kebangsaan. Mereka berasal dari enam provinsi wilayah Papua, yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua Barat Daya. Selanjutnya mereka akan bersekolah di SMA/SMK selama tiga tahun berdasarkan penempatannya masing-masing di enam provinsi penyelenggara ADEM Wilayah Papua, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Pembekalan wawasan kebangsaan bagi pelajar Papua itu diselenggarakan di empat lokasi terpisah, yaitu Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) Jaya Jakarta; Rindam Diponegoro Magelang, Jawa Tengah; Rindam Brawijaya Malang, Jawa Timur; dan Rindam Udayana, Bali. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengatakan perjalanan tiga tahun di SMA/SMK adalah saatnya bagi para pelajar Papua untuk menorehkan prestasi sebanyak mungkin. Saat ini sudah banyak peluang beasiswa untuk jenjang S-1 yang bisa diikuti, antara lain Beasiswa Indonesia Maju, Beasiswa LPDP, dan Kartu Indonesia pintar (KIP). Dalam proses seleksi beasiswa, prestasi saat bersekolah menjadi salah satu poin pertimbangan penerimaan. “Oleh karena itu gunakan kesempatan yang berharga ini untuk belajar dengan optimal, berkarya sebanyak mungkin, dan meraih prestasi setinggi-tingginya. Selamat menjalani pendidikan sebagai penerima Beasiswa ADEM. Terus semangat menggapai cita-cita dengan semangat Merdeka Belajar,” pesan Mendikbudristek pada pembukaan pembekalan bagi penerima Beasiswa ADEM, secara daring, Selasa (11/7). Sebelum ditempatkan di satuan pendidikan (SMA/SMK) yang menjalankan program ADEM di Pulau Jawa dan Bali, para pelajar Papua mengikuti pembekalan dan pelatihan wawasan kebangsaan yang di selenggarakan oleh PLPP Kemdikbudristek bekerjasama dengan Yayasan Penuntun Masa Depanku di 4 Rindam pada Minggu—Kamis, 9—13 Juli 2023. Pembekalan tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi dan dorongan kepada pelajar Papua agar tetap semangat dan komitmen dalam mengembangkan diri dalam pembelajaran di daerah penempatannya. Selain itu, pembekalan tersebut juga ditanamkan nilai-nilai kebinekaan dan keindonesiaan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pelajar yang akan ditempatkan di satuan pendidikan di Banten dan Jawa Barat mengikuti pelatihan di Rindam Jaya Jakarta. Pada hari pertama pembekalan, mereka mendapatkan materi mengenai Motivasi Belajar, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Pancasila sebagai Pedoman Perilaku Keseharian Generasi Muda. Pada hari kedua materi yang diberikan lebih padat lagi, yaitu Pengetahuan Dasar Wawasan Kebangsaan, Pengetahuan Bahaya Narkoba, Pengetahuan Dunia Digital sebagai Kompetensi Masa Depan, Etika dan Sopan Santun dalam Berinteraksi, Pelatihan Baris-Berbaris dan Upacara, serta Pola Hidup Bersih dan Sehat. Pada hari ketiga para peserta mengikuti materi Pengetahuan Sejarah Bangsa dengan berkunjung ke Museum Kodam dan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Kemudian pada hari terakhir berlangsung upacara penutupan di Rindam yang dilanjutkan dengan keberangkatan para pelajar Papua menuju daerah dan sekolah penempatan. Salah satu pelatih di Rindam Jaya Jakarta, Maryanto, mengatakan bahwa selama berada di Rindam, kedisplinan peserta menjadi salah satu pembiasaan yang dilatih. Mereka juga diberikan wawasan kebangsaan dan materi bela negara agar tertanam jiwa nasionalismenya. “Sehingga anak-anak yang dari Papua dapat melihat bahwa Indonesia luas. Supaya mereka pada saat bersekolah di Jawa bisa beradaptasi dengan lingkungan di Jawa dan bisa bersekolah untuk meraih mimpi yang diharapkan. Kami senang bisa mendampingi anak-anak ini,” ujar Maryanto, Komandan Kompi Secaba, di sela-sela kunjungan wisata pelajar Papua di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta, Rabu (12/7). Angrenita Onangge, penerima Beasiswa ADEM dari SMPN 2 Web Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, menyatakan kegembiraannya bisa menjadi penerima beasiswa dan mengikuti pelatihan di Rindam Jaya Jakarta. “Saya selama ini tinggalnya di Papua saja, tidak pernah keluar. Di Rindam kami dilatih mental dan fisik agar disiplin. Senang sekali karena pelatih dan pendamping kami orangnya baik-baik,” tuturnya. Angrenita mengakui bahwa bersekolah di luar Papua adalah cita-citanya sejak SD. “Saya ingin ikut ADEM supaya bisa menggapai cita-cita. Saya ingin masuk IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri). Saya mau jadi camat di kabupaten nantinya. Keluarga saya sederhana. Saya ingin tunjukkan kepada orang-orang kalau saya bisa sukses seperti orang lain,” ujar Angrenita. Berbeda dengan Angrenita, peserta lain dari Provinsi Papua Tengah, Alpince Gobai, menyatakan keinginannya untuk menjadi dokter. Lulusan SMP Uhamani Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah itu mengatakan akan melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran setelah lulus SMA dengan Beasiswa ADEM. “Saya mau jadi dokter. Mau kuliah kedokteran di Pulau Jawa. Di kampung saya banyak yang sakit juga,” tutur Alpince. Peserta lain, Uman Paulinus Saroi dari Manokwari, Provinsi Papua Barat, juga memiliki keinginan untuk bisa bersekolah di luar Papua. “Saya ingin sekolah di Pulau Jawa karena lulusan dari luar Papua sangat mantap. Saya ingin menambah pengalaman juga. Kami sangat senang karena kami di Rindam belajar disiplin dengan baik dan pelatihnya tidak galak. Mereka semua baik kepada kami,” tutur Uman yang berasal dari SMP YPK 04 Talitakum Rembui. Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) adalah program bantuan pemerintah yang diberikan kepada lulusan peserta didik SMP/MTs sederajat yang berasal dari Orang Asli Papua (OAP), Daerah Khusus, dan Repatriasi untuk melanjutkan pendidikan menengah SMA/SMK di Pulau Jawa dan Bali. Beasiswa tersebut dikelola oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik)  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Pada tahun 2023, Puslapdik Kemendikbudristek telah mengalokasikan beasiswa untuk 1.000 siswa baru yang akan mendapatkan Program Beasiswa ADEM wilayah Papua, Daerah Khusus, dan Repatriasi. Khusus untuk ADEM wilayah Papua, alokasinya sebanyak 500 pelajar yang terdiri dari 110 siswa dari Provinsi Papua, 97 siswa dari Provinsi Papua Tengah, 95 siswa dari Provinsi Papua Pegunungan, 48 siswa dari Provinsi Papua Selatan, 70 siswa dari Provinsi Papua Barat, dan 80 siswa dari Provinsi Papua Barat Daya.