Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the premium-addons-for-elementor domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/u7963563/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Citayam Fashion Week dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK)

Citayam Fashion Week and Special Service Education


Oleh : Esti Purnawinarni
 


Fenomena Citayam Fashion Week di Kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, adalah fenomena sosial yang muncul di daerah perkotaan. Kawasan Sudirman Central Business District atau SCBD adalah sebuah kawasan bisnis yang terletak di Jakarta Selatan, Indonesia, yang terdiri dari gedung perkantoran, hotel, serta pusat perbelanjaan dan hiburan. Kawasan ini kerap diasosiasikan sebagai kawasan elit dan eksklusif. Namun belakangan, kawasan ini menjadi sorotan publik dengan adanya fenomena Citayam Fashion Week. Fenomena ini digambarkan dengan adanya sekelompok remaja yang bergaya dan berjalan bak model dengan memamerkan pakaian yang “nyentrik” dari berbagai mode fashion tanpa disponsori oleh merk fashion tertentu. Oleh para Sosiolog, fenomena ini dipandang sebagai momentum pencarian eksistensi diri bagi muda-mudi tersebut yang ditaksir berusia belasan tahun. Sekelompok remaja tersebut mayoritas berasal dari daerah Depok, Citayam dan Bojong Gede di Bogor, daerah-daerah penyangga ibukota.
Sekelompok remaja ini diasosiasikan masuk dalam kelompok anak jalanan, menurut Kementerian Sosial didefinisikan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat umum lainnya. Sosok anak jalanan biasanya bermunculan di kota-kota, dan memenuhi spot pada tempat dan fasilitas umum lainnya, seperti alun-alun, stasiun, terminal, dan lain-lain. Fenomena Citayam Fashion Week ini berisi segerombol remaja yang memenuhi jalanan di salah satu kawasan ibukota.
Ada hal yang membuat kita prihatin dalam mencermati fenomena ini jika dilihat dari sudut pandang pendidikan. Para remaja ini telah “clear” melihat pendidikan bukan satu2nya cara untuk meraih cita2, karena pendidikan dipandang tidak mampu menjawab permasalahan hidupnya untuk saat ini dan dianggap tidak mampu memberikan solusi dalam kehidupan sehari-hari.  Jika menjadi content creator dianggap bisa mendapatkan uang dengan mudah dan menyenangkan, kenapa harus sekolah? Kira-kira begitu yang ada dalam benak para remaja ini. Hal ini dibuktikan dengan penolakan beasiswa pendidikan yang diberikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, kepada salah satu remaja sebagai artis SCBD. Sebagai pemerhati pendidikan, mendorong saya ingin lebih jauh melihat implementasi Permendikbud Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus. Apakah Pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek telah benar-benar mengawal kebijakan ini.
Remaja dalam fenomena Citayam Fashion Week rata-rata anak dalam usia sekolah menengah pertama (SMP), mereka masuk dalam kategori korban sosial sesuai Permendikbud Nomor 72 Tahun 2013 Pasal 6 (3) yang wajib dilayani hak pendidikan sesuai dengan kebutuhan . Bagaimana agar Permendikbud tersebut bisa menjadi solusi menyelesaikan fenomena ini? Karena sesuai dengan lanjutan  Pasal 15 (1) peserta didik Pendidikan Layanan Khusus (PLK) diprioritaskan bagi anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, termasuk sekelompok remaja dalam fenomena Citayam Fashion Week. Merujuk Permendikbud di atas, Kemendikbudristek bersama dengan dinas pendidikan dan satuan pendidikan terkait hendaknya merancang strategi untuk mengurangi angka putus sekolah dan mendorong meningkatnya angka melanjutkan sekolah  dengan cara tidak henti memberikan  pemahaman terkait wajb belajar dan bagaimana menjadi pembelajar sepanjang hayat. Semua stakeholder harus bekerja sama dalam memberikan perhatian dalam menanggapi fenomena ini dan fenomena serupa yang mungkin akan muncul dikemudian hari.
Pertanyaanya adalah, apakah memaksa anak untuk sekolah itu dibolehkan? Tentunya, dengan pendekatan yang tepat pemerintah harus dapat memaksa semua anak di Indonesia sekolah, karena negara memiliki KEWAJIBAN memenuhi hak pendidikan sesuai ketentuan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2.  Pemerintah wajib memberikan pemahaman yang tepat kepada orang tua tentang pentingnya pendidikan. Pendidikan sebagai investasi masa depan sudah diakui sebagai satu ukuran maju dan tidaknya suatu bangsa. Pendidikan bukan hanya menjamin manusia pada pengetahuan dan keterampilan, tapi lebih dari itu, pendidikan memiliki tujuan yang sangat tinggi yakni menjadikan manusia sebagai makhluk yang HUMANIS. Peranan menjadi artis dalam fenomena Citayam Fashion Week memang menarik dan menyenangkan sehingga banyak para pengamat menyampaikan fenomena ini bagian kreatifitas remaja yang harus terus dipupuk namun penanganan melalui pendidikan layanan khusus terkait pengalaman dan pembelajaran yang principle juga tidak kalah penting, sebab pengetahuan, ketrampilan, attitude dan nilai2 humanisme yang diajarkan di bangku sekolah adalah bekal manusia seumur hidup.

1 thought on “Citayam Fashion Week dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK)”

  1. Keren, very smart thought…

    Pemerintah sudah harus bergerak cepat berperan untuk langkah jangka panjang terhadap masa depan anak-anak tersebut. Jangan hanya sekedar sidak jam malam ataupun penertiban yang sifatnya sesaat dan hanya membuka kemungkinan mereka pindah spot nongkrong. Bagaimana caranya merubah mindset mereka bahwa pendidikan merupakan jalur yang harus mereka tempuh selagi ada kesempatan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *